Wednesday, October 10, 2012

Uu Ite Final

Komputer kuantum

      Komputer kuantum adalah alat hitung yang menggunakan sebuah fenomena mekanika kuantum, misalnya superposisi dan keterkaitan, untuk melakukan operasi data. Dalam komputasi klasik, jumlah data dihitung dengan bit; dalam komputer kuantum, hal ini dilakukan dengan qubit. Prinsip dasar komputer kuantum adalah bahwa sifat kuantum dari partikel dapat digunakan untuk mewakili data dan struktur data, dan bahwa mekanika kuantum dapat digunakan untuk melakukan operasi dengan data ini. Dalam hal ini untuk mengembangkan komputer dengan sistem kuantum diperlukan suatu logika baru yang sesuai dengan prinsip kuantum.
Ide mengenai komputer kuantum ini berasal dari beberapa fisikawan antara lain Charles H. Bennett dari IBM, Paul A. Benioff dari Argonne National Laboratory, Illinois, David Deutsch dari University of Oxford, dan Richard P. Feynman dari California Institute of Technology (Caltech).
Pada awalnya Feynman mengemukakan idenya mengenai sistem kuantum yang juga dapat melakukan proses penghitungan. Fenyman juga mengemukakan bahwa sistem ini bisa menjadi simulator bagi percobaan fisika kuantum.
Selanjutnya para ilmuwan mulai melakukan riset mengenai sistem kuantum tersebut, mereka juga berusaha untuk menemukan logika yang sesuai dengan sistem tersebut. Sampai saat ini telah dikemukaan dua algoritma baru yang bisa digunakan dalam sistem kuantum yaitu algoritma shor dan algoritma grover.
Walaupun komputer kuantum masih dalam pengembangan, telah dilakukan eksperimen dimana operasi komputasi kuantum dilakukan atas sejumlah kecil Qubit. Riset baik secara teoretis maupun praktik terus berlanjut dalam laju yang cepat, dan banyak pemerintah nasional dan agensi pendanaan militer mendukung riset komputer kuantum untuk pengembangannya baik untuk keperluan rakyat maupun masalah keamanan nasional seperti kriptoanalisis.
Telah dipercaya dengan sangat luas, bahwa apabila komputer kuantum dalam skala besar dapat dibuat, maka komputer tersebut dapat menyelesaikan sejumlah masalah lebih cepat daripada komputer biasa. Komputer kuantum berbeda dengan komputer DNA dan komputer klasik berbasis transistor, walaupun mungkin komputer jenis tersebut menggunakan prinsip kuantum mekanik. Sejumlah arsitektur komputasi seperti komputer optik walaupun menggunakan superposisi klasik dari gelombang elektromagnetik, namun tanpa sejumlah sumber kuantum mekanik yang spesifik seperti keterkaitan, maka tak dapat berpotensi memiliki kecepatan komputasi sebagaimana yang dimiliki oleh komputer kuantum.

http://id.wikipedia.org/wiki/Komputer_kuantum

Sunday, June 24, 2012

Teleportasi Quantum



DI tahun 1980-an, ketika menonton serial Star Trek, kita dibuat terpana dengan adegan perpindahan seseorang dari satu tempat ke tempat lain, yang jaraknya puluhan ribu kilometer, dengan secepat kilat. Sejak itu, kita mulai akrab dengan istilah ’’teleportasi’’. Lalu, di tahun 1990-an, kita kembali terpesona dengan aksi teleportasi yang disuguhkan serial Quantum Leap.

Namun di era modern ini, teleportasi bukan lagi sekadar tontonan. April 2011 lalu, sebuah tim yang terdiri atas gabungan ilmuwan Australia dan Jepang berhasil melakukan uji coba teleportasi paket gelombang, berupa cahaya, ke lokasi yang berbeda menggunakan mesin bernama teleporter.

Teleportasi Kuantum

Teleportasi merupakan istilah yang diciptakan oleh para penulis cerita sains fiksi di masa lalu, untuk mendefinisikan proses pemindahan objek ke lokasi lain yang jaraknya sangat jauh, dengan kecepatan luar biasa. Adapun kuantum didefinisikan sebagai loncatan elektron pada partikel akibat proses pemanasan, getaran atau pemancaran. Proses ini menyebabkan perubahan pada struktur atomik partikel, yang disertai transfer energi elektromagnetik, sehingga bisa dikatakan, teleportasi kuantum adalah pemindahan objek dengan bantuan energi elektromagnetik.

Dalam prosesnya, objek teleportasi terlebih dahulu dilebur hingga tingkat atomik/kuanta, kemudian dikirim lewat sinyal elektromagnetik. Di lokasi tujuan, objek terbentuk kembali sesuai wujud semula beserta sifat aslinya, dalam waktu yang begitu singkat.

Eksperimen

Apa yang dilakukan ilmuwan Jepang dan Australia baru ñ baru ini, bukanlah yang pertama kali. Tahun 1997, Charles H Bennet dari Inter-national Business Machines (IBM) mengonfirmasi, teleportasi kuantum mungkin terjadi jika objek asli dihancurkan. Dalam eksperimennya, Ben-net bersama tim di University of Innsbruck Austria, berhasil meneleportasikan sebuah foton (partikel energi yang membawa cahaya). Di tempat tujuan, didapatkan replika foton dengan fisik dan sifat yang serupa aslinya.

Tahun 1998, para fisikawan dari California Institute of Technology (Caltech) juga berhasil melakukan teleportasi foton. Mereka mampu membaca struktur atomik foton, mengirimkannya melalui kabel jenis coaxial sejauh 1 meter, dan menciptakan replika foton tersebut. Sesuai prediksi, foton di lokasi asal hilang ketika replikanya terbentuk.
Tahun 2002, para peneliti di Australian National University (ANU) berhasil meneleportasikan sinar laser. Eksperimen berikutnya yang juga sukses adalah yang dilakukan Dr Eugene Polzik dan timnya dari Niels Bohr Institute di Copenhagen, 4 Oktober 2006 lalu.

Mereka berhasil meneleportasikan informasi berupa sinar laser di dalam suatu awan atom. Polzik menjelaskan, ini merupakan teleportasi dua objek berbeda (cahaya dan materi), yang satu sebagai pembawa informasi dan yang lain sebagai media penyimpanan. Polzik menambahkan, ini merupakan yang pertama di dunia.

Yang terbaru adalah eksperimen menggunakan teleporter di laboratorium Profesor Akira Furusawa, di Departemen Fisika Terapan Universitas, Tokyo, April 2011 lalu. Ini adalah uji coba pertama di dunia, yang meneleportasikan informasi kuantum kompleks. Berawal dari sini, nantinya akan dimungkinkan teleportasi informasi bervolume besar, dengan kecepatan dan ketelitian tinggi melalui jaringan komunikasi.

Teleportasi Manusia?

Untuk meneleportasikan manusia, harus dibangun mesin yang bisa mengidentifikasi dan menganalisis informasi berupa satu triliun lebih atom yang menyusun tubuh manusia. Kemudian, mesin itu juga harus bisa mengirim informasi tersebut ke tempat lain, di mana tubuh asli harus direkonstruksi dengan presisi penuh. Bahkan, molekul tak boleh bergeser satu milimeter pun dari posisi aslinya. Jika tak seperti itu, di lokasi tujuan orang tersebut akan muncul dengan cacat fisik.

Jika mesin seperti itu berhasil dibuat, tubuh asli takkan mungkin benar-benar dipindahkan. Mesin tersebut akan bekerja seperti mesin faksimile, namun dengan presisi yang jauh lebih tinggi.
Tubuh yang diteleportasi akan dibuat di mesin penerima. Lalu apa yang terjadi dengan tubuh asli? Ada satu teori yang menyatakan, teleportasi nantinya akan menggabungkan kloning genetik dengan proses digital (kloning biodigital).
Dalam kloning biodigital, tubuh yang dipindahkan akan tewas. Pikiran dan tubuh asli akan hilang. Sebagai gantinya, struktur atom tubuh akan dicipta ulang di lokasi lain, dan proses digital akan mencipta ulang memori, emosi, harapan dan impian, sehingga orang tersebut akan tetap ada, tapi dalam tubuh yang baru, dengan struktur atom yang sama dengan tubuh asli, dan diprogram dengan informasi yang sama.

Dari keterangan tersebut, maka dibutuhkan mesin yang sanggup merekam seluruh detail tiga dimensi tubuh manusia. Mesin itu juga harus dilengkapi teknologi berkapasitas 10 gigabit atau setara dengan 10 CD ROM.
Dibutuhkan pula teknologi pemecah sandi (enkriptografi), peralatan NMR (Nuclear Magnetic Resonance) dan ESR (Electron Spin Resonance), untuk memindai atom atau nukleus tubuh manusia.

Selain itu, juga dibutuhkan transmiter via satelit yang sanggup mengirim ribuan gigabit data hingga ke tempat terpencil, seperti yang sekarang dimiliki teknologi internet. Dengan kata lain, mesin ini harus mampu membaca perilaku unit zat yang paling kecil, yakni kuantum energi, berikut partikel subatomnya, seperti elektron, proton, dan quark.
sumber http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/06/06/148765/Teleportasi-Bukan-Lagi-Sekadar-Tontonan 

Sunday, May 20, 2012

Relativitas

PRINSIP RELATIVITAS
 (Dalam Pengertian Terbatas)



Dengan tujuan untuk mencapai kejernihan yang paling memungkinkan, Kita tinjau mengenai kereta api yang sedang berjalan dengan keepatan tetap atau seragam. Kita akan menyebut gerak seperti ini sebagai translasi seragam (“seragam” karena gerak tersebut mempunyai kecepatan dan arah yang tetap/konstan, “tanslasi” karena meskipun kereta api itu berubah posisinya relative terhadap tanggul rel tetapi  tidak berotasi dalam geraknya). Mari kita membayangkan seekor burung gagak terbang melintas di udara dalam suatu cara sehingga gerakan burung tersebut, sebagaimana teramati dari tanggul rel, adalah seragam dan dalam lintasan lurus. Jika kita hendak mengamati si burung gagak yang sedang terbang itu dari dalam kereta api yang juga sedang bergerak, kita akan menemukan bahwa gerakan si burung memiliki kecepatan dan arah yang berbeda, tetapi tetap seragam dan berlintasan lurus. Dinyatakan secara abstak , kita bisa mengatakan : Jika sebuah massa m bergerak secara seragam dalam lintasan garis lurusterhadap suatu system koordinat K , maka ia juga akan bergerak secara seragam dan berlintasan lurus relative terhadap system koordinat kedua K’ dengan catatan bahwayang terakhir ini (K’) juga sedang menjalani gerak translator seragam terhadap K. Berkenaan dengan pembicaraan pada bagian sebelumnya, diketahui bahwa :
“Jika K adalah suatu   system koordinat Galileian, maka semua system koordinat K’ yang lain adalah juga merupakan system koordinat Galileian, apabila dalam hubungannya dengan K ia berada dalam kondisi  gerak translasi yang seragam. Relatif terhadap K’ ,hokum-hukum mekanika Galilei-Newton berlaku dengan baik dan pasti seperti mereka juga berlaku terhadap K.”
                Kita maju maju selangkah lebih jauh dalam generalisasi kita apabila kita menyatakan prinsip tersebut demikian : Jika relative terhadap K , K’ adalah system koordinat yang bergerak  secara seragam sama sekali bukan rotasi, maka fenomena alam menjalankan ajaranya terhadap K’  menurut hukum-hukum yang pasti sama seperti seperti terhadap K. Pernyataan ini disebut sebagai prinsip relativitas (dalam pengertian terbatas).
Selama diketahui cukup meyakinkan bahwa semua fenomena alam dapat direpresentasikan dengan bantuan mekanika klasik, tidak perlu adanya meragukan kesahihan (validitas) prinsip relativitas ini. Akan tetapi dari sudut pandang elektrodinamika dan optika yang telah berkembang hingga baru-baru ini, menjadi lebih terang bahwa mekanika klasik tidak lagi mampu memberikan pondasi yang cukup untuk deskripsi fisika dari semua fenomena alam. Pada titik ini pertanyaan mengenai validitas dari prinsip relativitas menjadi matang untuk dibahas, dan bukan mustahil nampaknya bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut mungkin saja didapati negative.
                Namun demikian, ada dua fakta umum yang pada awalnya berbicara banyak mendukung kesahihan prinsip relativitas. Sebab walaupun mekanika klasik tidak menyediakan bagi kita dasar yang cukup luas untuk presentasi teoretis dari semua fenomena fisika, tetap saja kita harus mengakuinya dengan ukuran “kebenaran” yang sangat besar. Ini karena mekanika klasik menyediakan bagi kita gerakan-gerakan actual benda-benda mulia (benda tidak sebenarnya) lengkap dengan detalinya yang nikmat dan sangat hebat. Oleh karena itu, prinsip relativitas harus berlaku dengan akurasi yang sangat besar  di dalam bidang mekanika. Akan tetapi bahwa sebuah prinsip dengan keumuman yang demikian luas yang dituntut berlaku dengan kepastian yang begitu tinggi didalam satu ranah/bidang fenomena, sementara ia tidak begitu valid di dalam bidang yan lain, secara teori tidaklah sangat memungkinkan. Sekarang kita lanjutkan pada argument yang kedua, di belakang nanti kita akan kembali pada argument ini untuk membahasnya lebih banyak. Jika prinsip relativitas (dalam pengertian terbatas) tidak berlaku, maka koordinat Galileian K, K’, K”, dst., yang bergerak seragam relative satu terhadap yang lainya, akan menjadi tidak sepadan (ekuivalen) untuk mendeskripsikan fenomena alam. Dalam kasus ini kita akan terpaksa mempercayai bahwa hokum-hukum alam adalah mampu dirumuskan dalam cara sederhana tertentu, dan tentu saja hanya pada keadaan dimana dari antara semua system koordinat Galileian yang mungkin, kita mesti memilih salah satu (Ko) dari suatu keadaan gerak tertentu sebagai benda acuan kita.  Kemudian kita mendapatkan pembenaran (karena manfaatnya untuk mendeskripsikan fenomena alam)  dalam menyebut system ini “secara absolut dalam keadaan berhenti”, dan semua system Galileian K yang lain “di dalam keadaan bergerak”. Jika misalnya tanggul rel tadi adalah system Ko  maka kereta api akan menjadi suatu system K , relative terhadap system dimana hukum-hukum yang kurang sederhana akan berlaku terhadap Ko. Berkurangnya kesederhanaan ini disebabkan oleh fakta bahwa kereta api K akan berada dalam gerakan (yakni “sesungguhnya”) terhadap Ko . Didalam hukum alam umum yang telah dirumuskan dengan mengacu kepada K, arah dan besarnya kecepatan kereta api akan memainkan peranan penting. Kita bisa berharap, misalnya bahwa nada yang dikeluarkan oleh sebuah organ pipa (alat music) yang ditempatkan dengan porosnya sejajar  dengan arah perjalanan akan menjadi berbeda dari nada yang dikeluarkan jika poros organ tersebut ditempatkan tegak lurusnterhadap arah perjalanan ini.
                Sekarang dalam kebaikan gerakannya dalam suatu orbit sekeliling matahari, bumi kita dapat diperbandingkan dengan kereta api yang berjalan dengan kecepatan sekitar 30 km/s . JIka prinsip relativitas tidak valid maka kita akan berharap bahwa arah gerakan bumi pada setiap saat akan masuk kedalam hukum-hukum alam, dan juga bahwa system-sistem fisika dalam tingkah lakunya akan bergantung kepada orientasi dalam ruang dengan mengacu terhadap bumi. Sayangnya arah kecepatan revolusi bumi dalam satu tahun selalu berubah-ubah dan berselang-seling, hal ini membuat bumi tidak bisa selalu berada dalam keadaan yang tertentu relative terhadap system hipotetis Ko sepanjang satu tahun penuh. Bagaimanapun, observasi yang paling seksama sekalipun hingga saat ini belum pernah mengungkapkan sifat-sifat yang begitu anisotropic dalam ruang fisika terrestrial (kebumian), yaitu sifat non-ekuivalen fisika dari arah-arah yang berbeda. Hal ini merupakan argument yang sangt kuat untuk mendukung prinsip relativitas.



Sumber ;
 Relativity : The special and General Theori
Oleh Albert Einstein